Sebagai akibat dari kerugian investasi yang dilaporkan beberapa perusahaan asuransi milik pemerintah, baru-baru ini OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mengeluarkan aturan baru tentang investasi, terutama untuk investasi yang dilakukan perusahaan yang berada di ruang lingkup industri keuangan non-bank.

Dalam keterangannya, Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK menjelaskan jika aturan baru ini akan dimulai dengan membentuk guidance investasi, sampai dengan membentuk sistem pelaporan yang lebih rutin dibanding dengan laporan yang sudah dilakukan saat ini.

Lewat surat edaran terbarunya tentang penerapan manajemen risiko bagi Investasi Dana Pensiun, OJK menyebut secara khusus tentang aturan jika pihak lain gagal membayarkan kewajibannya kepada dana pensiun, termasuk beberapa instrumen lainnya, termasuk risiko kredit akibat kegagalan investasi.

Selain itu, aturan itu pun menyentuh tentang risiko investasi yang terkonsentrasi di satu kelompok dengan potensi kerugian cukup besar, bahkan hingga mengancam kelangsungan usaha dana pensiun. 

Maka dari itu, untuk mengantisipasi hal tersebut, OJK mewajibkan jika investasi dana pensiun wajib mengukur risiko berdasarkan komposisi portofolio, risiko gagal bayar, investasi pada pihak terafiliasi, dan faktor eksternal, dengan menggunakan penilaian kredit, dan stress testing.

Langkah tersebut kemudian diikuti dengan pengendalian risiko kredit lewat mitigasi risiko, penggunaan batas target risiko dalam rencana investasi, pengelolaan risiko portofolio, hingga analisis konsentrasi secara berkala, minimalnya sekali dalam setahun.

Dengan adanya aturan baru ini, diharapkan tidak hanya mengatur mitigasi risiko investasi, namun juga mitigasi risiko dana pensiun secara umum. Selain itu, pihak industri pun kini punya pedoman mitigasi risiko yang jelas, sehingga para peserta pun merasa lebih terlindungi.

Pengelola Dana Pensiun Terus Berkurang

Sementara itu, dalam kesempatan sebelumnya OJK merilis statistik tentang pengelola dana pensiun. Dalam catatan tersebut dijelaskan jika dalam kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah pengelola dana pensiun terus mengalami penurunan.

Kondisi tersebut umumnya didasari oleh keinginan dari pihak pendiri untuk melepas dana pensiun miliknya dengan alasan sebagai bagian dari upaya efisiensi yang mereka lakukan terhadap beban operasional yang harus ditanggung oleh pihak perusahaan.

Menanggapi hal ini, Bambang Sri Muljadi, Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) mengakui jika penurunan tersebut memang terjadi, dan ada kemungkinan terus berlanjut hingga tahun 2021 ini. Namun secara umum, Bambang meyakinkan ini tidak berpengaruh terhadap industri.

Hal ini dibuktikan lewat data terbaru dari OJK yang menyebut investasi dan aset neto industri rata-rata mengalami peningkatan hingga 8,83 persen dan 8,58 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Selain itu, penurunan ini pun tidak lantas membuat Investasi Dana Pensiun lesu. Justru sebaliknya, jika perhitungannya dilakukan secara YOY (Year over year), justru investasi dana pensiun ini mengalami peningkatan sebesar 8,45 persen dari tahun-tahun sebelumnya.

Hal senada diungkap Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Menurutnya, tahun 2021 ini akan jadi tahun pemulihan ekonomi, dan tentu saja ini akan berdampak kepada investasi dana pensiun.

Hal inilah yang membuat Wimboh meminta kepada pelaku industri dana pensiun agar mereka meningkatkan kualitas investasi. Selain itu, mereka pun harus mulai memperketat manajemen risiko agar investasi dana pensiun yang dipercayakan para peserta tetap terjaga. Selain itu, pengembangan dana pensiun ini pun jadi hal penting agar para pekerja tetap mendapat penghasilan saat pensiun nanti, sehingga tidak jadi beban pemerintah di masa depan.