Pandemi Covid-19 telah membuat ekonomi di sejumlah negara ambruk, termasuk Indonesia. Baru-baru ini, Badan Pusat Statistik (BPS RI) merilis data yang menyatakan pertumbuhan ekonomi kita di kuartal III/2020 mencatatkan kontraksi minus 3,49 persen secara tahunan.
Dengan kata lain, dalam dua kuartal berturut-turut pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencatatkan pertumbuhan negatif. Data sebelumnya menyebut jika di kuartal II/2020, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi minus 5,32 persen.
Melihat data ini, dapat dipastikan jika sekarang Indonesia sedang dalam resesi ekonomi. Istilah yang cukup sering kita dengar, namun hanya sedikit yang tahu makna di dalamnya.
Lantas, apa sih resesi ekonomi tersebut?
Dikutip dari The Economic Times, resesi ekonomi merupakan kondisi ketika kegiatan ekonomi di suatu negara mengalami perlambatan atau kontraksi secara besar-besaran, dan umumnya terjadi secara berturut-turut. Misalnya Indonesia yang mengalami kontraksi di kuartal II/2020 dan III/2020..
Resesi bisa dilihat dari beberapa indikator penunjang kegiatan ekonomi, misalnya aktivitas produksi dan penjualan mengalami penurunan, banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan, dan pengeluaran ekonomi negara mengalami penurunan secara menyeluruh.
Tahun 1974 silam, ekonom Julius Shiskin membuat beberapa panduan sederhana untuk mendefinisikan resesi. Salah satu yang paling paling populer adalah, terjadinya penurunan PDB selama dua kuartal secara berturut-turut, yang mengindikasikan adanya masalah serius dalam kegiatan perekonomian.
Sementara Biro Riset Ekonomi Amerika Serikat (NBER) punya definisi yang sedikit berbeda terkait resesi. Mereka menyebutnya kondisi ketika aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh wilayah negara mengalami penurunan signifikan, dan berlangsung lebih dari beberapa bulan,.
Definisi NBER ini dinilai lebih fleksibel ketimbang definisi yang ditawarkan Shiskin. Namun secara garis besar, resesi merupakan kondisi darurat yang harus segera ditangani oleh pemerintah dengan cara yang efektif dan tepat sasaran.
Apa penyebab resesi?
Resesi sendiri disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya guncangan ekonomi yang terjadi secara tiba-tiba hingga menyebabkan inflasi tidak terkendali, dalam hal ini Indonesia dinyatakan mengalami resesi akibat dari pandemi virus Corona, dan ini terjadi secara global.
Selain karena guncangan ekonomi yang terjadi secara tiba-tiba, berikut merupakan beberapa faktor umum yang menyebabkan terjadinya resesi:
- Hutang yang berlebihan, tanpa diimbangi dengan pemasukan yang memadai. Kondisi ini pernah dialami oleh Yunani yang membuat negara tersebut hampir dinyatakan bangkrut.
- Gelembung aset yang tidak terkendali, hingga menyebabkan panic buying dan nilai investasi pun tidak terkendali. Saat nilai aset tersebut jatuh, panic selling akan terjadi dan pasar akan jatuh. Saat itulah resesi akan terjadi.
- Inflasi sebenarnya bukan hal yang buruk, namun saat itu tidak tidak terkendali, maka nilai harga barang dan jasa akan mengalami penurunan. Jika hal ini terjadi secara ekstrem, resesi ekonomi sudah dipastikan hanya tinggal menunggu waktu.
- Deflasi berlebihan dapat menyebabkan barang dan jasa mengalami penurunan. Saat semua itu terjadi, para pelaku bisnis akan berhenti beroperasi, yang berimbas kepada terjadinya resesi.
- Perubahan teknologi di dunia produksi dapat menyebabkan para pengusaha lebih sedikit menggunakan tenaga kerja manusia, dan menggantinya dengan mesin. Kondisi ini bisa menyebabkan gelombang pengangguran, yang berujung kepada resesi.
Pemerintah Indonesia sendiri hingga kini masih terus berupaya mengatasi resesi dengan cara terus membangkitkan kegiatan ekonomi masyarakat, mengefektifkan program bantuan hingga menggenjot program usaha mandiri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional.