Akhir tahun 2020 kemarin, netizen Indonesia dihebohkan dengan kabar yang menyatakan jika Bank for International Settlements (BIS) yang berkantor di Basel, Swiss, melakukan pemblokiran sementara terhadap aktivitas Internasional Bank Indonesia alias BI.
Tentu akibatnya sangat fatal, dalam kabar tersebut dijelaskan jika selama pemblokiran berlangsung, Bank Indonesia tidak bisa melakukan transaksi keuangan Internasional. Tidak hanya itu, BI pun dilarang mengedarkan uang Rupiah yang jumlahnya mencapai 680 triliun.
Jika BI tetap nekat mengedarkan uang tersebut, maka dunia internasional secara otomatis akan menganggap Rupiah sebagai uang tidak resmi atau uang palsu.
Untuk mencegah blokir tersebut, pihak pemerintahan kemudian terbang ke Singapura untuk melakukan lobi. Ketika itu, kabar tentang pemblokiran Bank Indonesia oleh BIS tenggelam karena di saat yang bersamaan, media fokus meliput demo besar yang terjadi di sejumlah titik di Indonesia.
Namun upaya pemerintah untuk melobi pihak World Bank (WB) dan International Monetary Fund (IMF) gagal. BIS beserta struktur yang berada di bawahnya, yakni WB dan IMF, tetap melakukan pemblokiran dan mereka mendorong agar Indonesia segera melakukan pergantian Rezim Jokowi.
Hanya Kabar HOAX
Meski sudah berlalu, namun belakangan ini kabar tersebut kembali ramai diperbincangkan beberapa netizen di dunia maya. Hal ini kemudian ditanggapi oleh Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, yang menyebut jika kabar tersebut HOAX.
Dalam penjelasannya, Erwin menyebut jika kabar tersebut tidak masuk akal karena Bank Indonesia tidak harus mendapat izin dari BIS untuk melakukan pencetakan dan peredaran uang.
BIS yang digambarkan sebagai ‘atasan’ dari IMF dan WB, nyatanya tidak memiliki kedudukan seperti itu. Di sisi lain, BIS sendiri hingga kini masih tetap bekerja sesuai dengan jalurnya. Mereka tidak pernah mengintervensi atau minimalnya masuk dalam urusan politik sebuah negara.
Terkait percetakan dan pengedaran uang di Indonesia, payung hukumnya sudah tertera dalam UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang menyebut jika BI bertugas dan punya wewenang kuat untuk mengelola, merencanakan, mencetak, mengedarkan, hingga memusnahkan uang Rupiah.
Sementara untuk percetakan uang Rupiah sendiri, Erwin menjelaskan jika hal ini berjalan sesuai dengan Undang-undang tentang percetakan uang Rupiah, dan sepenuhnya dilaksanakan oleh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri).
Bank Dunia Menaikkan Status Indonesia
Justru sebaliknya, Bank Dunia justru menaikkan status Indonesia sebagai negara dengan penghasilan tertinggi. Meskipun begitu, Indonesia jangan terlena. Pasalnya, saat ini ekonomi global sedang terpuruk, dan Indonesia diprediksi akan segera memasuki masa pemulihan ekonomi di tahun 2021.
Untuk menyongsong masa tersebut, dalam catatan WB bertajuk ‘Indonesia Economic Prospects: The Long Road to Recover’, WB memberikan tiga rekomendasi utama, yakni:
- Menyarankan pemerintah agar segera melaksanakan UU Cipta Kerja sepenuhnya, sebagai bagian dari upaya mempercepat proses pemulihan ekonomi.
- Menyarankan agar pemerintah Indonesia segera mengurangi kesenjangan infrastruktur. Selain itu, pemerintah Indonesia pun diminta untuk mendukung penuh sektor swasta dan segera melakukan pendanaan infrastruktur lewat Reformasi BUMN.
- Menyarankan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pendapatan pajak demi membiayai pemulihan ekonomi, terutama untuk mengantisipasi peningkatan belanja di sektor infrastruktur, perlindungan sosial dan sektor kesehatan.
Dengan kata lain, kabar Bank Indonesia diblokir bank Dunia dipastikan HOAX. Justru sebaliknya, Bank Dunia memandang Indonesia sebagai negara yang paling berpotensi, dan masuk dalam daftar negara dengan penghasilan tertinggi.