Bisnis UMKM kerap diandalkan sebagai solusi untuk menciptakan lapangan kerja, sekaligus sebagai penggerak ekonomi kerakyatan. Menurut data Kementerian Koperasi, jumlah UMKM yang terdata di tahun 2018 mencapai 64,2 juta atau sekitar 99 persen dari jumlah pelaku usaha di Indonesia.
Fakta lainnya, mereka yang menjalankan bisnis ini sangat diharapkan mampu mempercepat proses pemulihan ekonomi pasca pandemi. Maka dari itu, karena dianggap sebagai tulang punggung roda perekonomian rakyat, UMKM harus tahan banting, meski dihajar bencana atau krisis keuangan.
Mengenai hal ini, Budi Satria Isman, CEO Mikro Investindo dan Pro Indonesia Foundation, menjelaskan untuk membangun bisnis UMKM yang tahan banting, setidaknya ada empat hal yang harus dijadikan sebagai pijakan, diantaranya:
- Business plan atau rencana bisnis, yang bertindak sebagai dasar atau landasan (pondasi) dari bisnis yang kamu jalankan. Namun sayang, masih banyak pelaku UMKM yang enggan mempelajarinya lebih dalam, bahkan mereka tidak punya rencana bisnis sama sekali.
- Cash Flow atau arus kas, merupakan tiang dari bisnis itu sendiri. Dengan arus kas yang baik, kamu bisa tahu potensi keuntungan atau kerugian dari sebuah produk, mampu membuat anggaran belanja yang berbasis kebutuhan, dan lainnya.
- Kemampuan membaca pasar diibaratkan sebagai komponen pembangun. Saat kamu mampu membaca pasar, bukan hanya potensi keuntungan yang dapat diprediksi, tapi juga potensi kerugian, sehingga kamu bisa melakukan upaya pencegahan sejak dini.
- Pemasaran produk secara online merupakan komponen pembangun lainnya. Pasalnya, di zaman sekarang, semuanya sudah menggunakan digital marketing. Tidak melirik pasar online, siap-siap saja kamu akan kehilangan konsumen, atau bahkan pasar.
Selain empat pijakan utama di atas, kamu pun harus terus mengembangkan produk dengan inovasi baru. Ide kreatif dalam sebuah produk bisa dibilang sebagai kemasan yang cantik, yang akan membuat konsumen selalu penasaran dan ingin mencoba produk yang kamu tawarkan.
UMKM Punya Riwayat Gemilang
Meski sempat terpukul, bahkan jadi yang pertama jatuh saat pandemi Covid-19 melanda, namun faktanya bisnis UMKMmemberi kontribusi sekitar 60% terhadap total PDB Indonesia. Di tahun 2017 silam, pendapatan UMKM mencapai 8.160 triliun dari total PDB Indonesia sekitar 13.600 triliun.
Kuncinya, karena berbasis ekonomi kerakyatan, banyak UMKM yang lebih memilih memasarkan produknya langsung kepada konsumen, tanpa melewati perantara agen atau pedagang besar. Dengan cara ini, perputaran uang jadi lebih cepat dan hanya terjadi di lapisan akar rumput.
Kondisi ini tidak dimiliki UMKM zaman sekarang. Umumnya mereka memproduksi untuk memenuhi permintaan agen atau pedagang besar, sehingga saat krisis ekonomi terjadi, pedagang besar tersebut lebih memilih ‘menunggu’ dan secara otomatis penjualan pun terhenti.
Imbasnya, tingkat produksi pun akan melambat, atau bahkan terhenti, dan banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Perputaran uang pun terhenti, dan krisis ekonomi semakin parah.
Maka dari itu, untuk mengembalikan riwayat gemilang di masa lalu, bisnis UMKM jaman sekarang seharusnya kembali melirik end user sebagai pasar utama lewat metode pemasaran online, tanpa melupakan agen atau pedagang besar yang bisa diincar lewat sistem pemasaran konvensional.
Adakami, lembaga pinjaman online berbasis teknologi hadir di Indonesia sebagai rantai penggerak bisnis UMKM di Indonesia. Melalui penyaluran pinjaman online, fasilitas pinjaman online dari Adakami dapat digunakan sebagai modal awal untuk berbisnis. Tentunya dengan mempertimbangkan berbagai aspek terlebih dahulu sebelum melakukan pengajuan kredit.