Dalam beberapa tahun terakhir ini harga Bitcoin mencatatkan kenaikan harga yang sangat fantastis. Bahkan di masa depan, harga mata uang digital tersebut diprediksi akan menembus angka USD 1 juta atau setara dengan 14 miliar per keping.
Popularitas uang kripto tersebut terus mengalami peningkatan setelah beberapa miliarder dunia, seperti Elon Musk memutuskan untuk memilikinya. Tidak hanya itu, lembaga keuangan sekelas BNY dan MasterCard pun baru-baru ini telah mengumumkan rencana mereka untuk mendukung bitcoin.
Selain itu, CEO Broker Cryptocurrency Bitpanda, Eric Demuth, memuji Bitcoin dengan menyebutnya sebagai “emas digital baru”. Saat ini para investor sangat menghargainya, dan dianggap sebagai unit keuangan baru dan inovatif di masa depan.
Hal inilah yang membuat Bitcoin diprediksi akan jadi mata uang cadangan dunia, dan dianggap sebagai alternatif instrumen investasi yang menggiurkan.
Namun meskipun harga Bitcoin terus meningkat, tidak semua negara menerimanya, salah satunya Nigeria. Lewat Bank CBN alias Central Bank of Nigeria, pemerintah setempat memerintahkan seluruh bank dan lembaga keuangan di negara tersebut untuk menutup setiap rekening yang bertransaksi menggunakan Bitcoin.
Tidak hanya Bitcoin, peraturan yang sama pun berlaku untuk mata uang kripto lainnya. Jika masih membandel, pemerintah akan memberikan hukuman yang sangat berat kepada mereka.
Sikap keras pemerintah Nigeria muncul setelah pada Oktober 2020 kemarin terjadi protes besar bertajuk Special Anti-Robbery Squad (SARS). Aksi massal yang bertujuan untuk melawan brutalitas polisi tersebut diduga didalangi oleh provokator yang menerima bayaran menggunakan Bitcoin.
Selain Nigeria, sebenarnya masih ada beberapa negara yang melarang aktivitas perdagangan, atau transaksi dengan menggunakan Bitcoin. Bahkan di awal kemunculannya, Indonesia sempat masuk dalam daftar negara yang melarang penggunaan mata uang ciptaan Satoshi Nakamoto tersebut.
Belakangan pemerintah Indonesia mulai melunak. Lewat peraturan Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi), setidaknya ada 4 aturan baru yang secara tidak langsung telah melegalkan perdagangan komoditas digital, termasuk Bitcoin.
Ada Resiko Menyeramkan
meski harga Bitcoin terus meroket, kamu harus tetap waspada. Pasalnya, dibalik popularitasnya yang tinggi, dan harganya yang terus meroket, faktanya ada resiko besar yang harus ditanggung oleh mereka yang menyimpan ‘emas digital’ tersebut.
Dalam keterangannya, pakar ekonomi Nouriel Roubini, menyebut jika lonjakan harga bitcoin hanya manipulasi yang dirancang dengan sangat sempurna.
Menurutnya, Bitcoin menggunakan skema pump and dump, yanki praktik yang dilakukan seseorang atau kelompok yang ingin menghasilkan keuntungan dengan cara memompa harga aset ke pasar, sehingga membuat arus permintaan semakin tinggi dan harga bitcoin pun terkerek naik.
Setelah mencapai angka tertinggi, mereka kemudian akan melepaskan aset tersebut dengan harga yang tidak wajar. Skema ini akan terus dilakukan hingga titik tertentu, dan pada gilirannya ‘balon’ tersebut akan pecah dan membuat harga bitcoin terjun bebas.
Roubini mengingatkan jika Bitcoin bukan mata uang, bukan pula unit akun dan alat pembayaran yang terukur. Resiko lainnya, Bitcoin bukan alat penyimpan mata uang yang stabil. Dengan semua fakta ini, dia pun menekankan jika Bitcoin bukan aset yang bisa disimpan lama.
Hal yang sama diungkapkan Matthieu Bouvard, ekonom dari Toulouse School of Economics, yang menyebutnya sebagai instrumen investasi paling rawan. Harga Bitcoin pun diprediksi akan runtuh dalam beberapa tahun ke depan.