Belakangan ini banyak netizen yang membicarakan gaya hidup You Only Live Once atau yang disingkat YOLO. Sesuai dengan namanya, gaya hidup ini bisa diartikan sebagai dorongan bagi kita untuk menikmati hidup, karena kita hanya hidup sekali.
Tren gaya hidup YOLO sendiri sebenarnya sudah cukup lama dikenal di dunia, namun sejak tahun 90an Korea Selatan jadi negara yang penduduknya paling banyak mengadopsi gaya hidup ini, dan menyebar hingga ke Indonesia seiring dengan populernya hal-hal yang berbau Korea.
Bermakna Positif, Namun Banyak Disalahartikan
Seperti dijelaskan di atas, makna YOLO sendiri sebenarnya ungkapan untuk memberi semangat kepada orang-orang yang sedang terpuruk. YOLO mengajak kamu untuk segera bangkit dan meraih apa yang diinginkan, karena kita hanya hidup satu kali.
YOLO pun bisa digunakan untuk memotivasi kamu agar efektif menggunakan waktu, pintar melihat peluang dan tidak ragu dalam mengambil keputusan. Kembali kepada makna kalimatnya, kita hanya hidup satu kali, maka manfaatkan semaksimal mungkin setiap peluang yang datang menghampiri.
Namun sayang, dalam prakteknya YOLO justri dimaknai sebagai ajakan untuk bersenang-senang dan menikmati hidup sesuai dengan apa yang kita inginkan. Mereka beranggapan kita hidup satu kali, maka gunakanlah untuk bersenang-senang.
Akibat salah memaknai YOLO, banyak orang yang akhirnya tidak pernah memikirkan masa depan. Mereka hanya berfikir hidup untuk hari ini, maka bersenang-senanglah. Mungkin esok kita sudah tiada dan tidak ada kesempatan lagi untuk ‘menikmati hidup’.
Bahaya YOLO Jika Disalahartikan
Akibat dari dorongan untuk menikmati hidup, banyak orang yang akhirnya sembrono dalam mengambil keputusan, termasuk dalam hal keuangan. Mereka akan cenderung lebih konsumtif, tanpa perhitungan saat menggunakan uang dan tidak pernah menimbang dampak jangka panjangnya.
Jelas ini berbahaya. Alih-alih dapat memberikan ketenangan dan kesenangan, YOLO yang digunakan secara serampangan justru dapat menimbulkan stres finansial.
Contohnya saat memutuskan untuk mengambil hutang, banyak orang yang akhirnya hanya mengambil pinjaman tanpa memikirkan kemampuan untuk melakukan pembayaran, atau digunakan untuk kebutuhan yang membeli barang yang tidak produktif.
Misalnya, mengambil kredit demi mendapatkan ponsel generasi terbaru padahal ponsel lama masih layak pakai dan berfungsi dengan baik, mengambil kredit kendaraan hanya digunakan sebagai penunjang kebutuhan yang sebenarnya masih bisa dipenuhi dengan kendaraan lama.
Karena tidak punya kemampuan untuk melunasinya, kamu pun akan mengalami stres finansial, dan tidak bisa menikmati apa yang sudah diperjuangkan selama ini.
Bagaimana Solusinya?
Satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah, kamu harus mengembalikan makna YOLO kepada makna asalnya yang bersifat positif. Bukan sebagai ajakan untuk menikmati hidup dengan cara bersenang-senang, tapi digunakan untuk hal-hal yang bersifat positif.
Seperti dijelaskan di atas, kamu bisa menggunakan YOLO sebagai motivasi agar lebih giat dalam bekerja, cermat dalam melihat peluang, dan cepat dalam mengambil keputusan.
Tidak hanya itu, YOLO pun harus kamu gunakan sebagai sarana untuk menyemangati diri agar segera bangkit dari keterpurukan, dan berusaha meraih apa yang selama ini dicita-citakan. Ingat, hidup hanya satu kali. Gapai cita-citamu sekarang, atau kamu akan kehilangannya.