Pendidikan merupakan unsur terpenting dari tumbuh kembang anak-anak. Di Indonesia sendiri, anak-anak sudah mulai masuk sekolah saat berusaha 5 tahun bahkan ada yang lebih diri dari itu lewat program PAUD alias Pendidikan Anak Usia Dini.

Namun yang jadi kendala, hingga kini masih banyak anak-anak Indonesia yang tidak dapat mengakses pendidikan dengan maksimal. Alasannya klasik, mulai dari fasilitas sekolah yang tidak memadai, ketersediaan guru, hingga biaya sekolah mahal dan orangtua tidak mampu untuk memenuhinya.

Seberapa Mahal Biaya Pendidikan di Indonesia?

Menurut survey HSBC yang dilakukan tahun 2018 silam, Indonesia masuk dalam daftar 15 negara dengan biaya pendidikan termahal di dunia. Rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan dana hingga USD 18.422 untuk membiayai pendidikan mulai dari SD hingga perguruan tinggi.

Namun uniknya, Indonesia justru masuk dalam daftar negara paling rendah untuk biaya pendidikan di kawasan Asia Tenggara. Biaya pendidikan tertinggi di Asia Tenggara ditempati oleh Singapura yang menghabiskan biaya USD 70.939 , dilanjut dengan Malaysia dengan dana pendidikan USD 24.862.

Keunikan lainnya, biaya pendidikan di Indonesia justru mengalahkan beberapa negara Eropa, seperti Prancis. Di sana, rata-rata orangtua hanya menghabiskan dana USD 16.708 untuk membiayai sekolah anak mulai dari tingkat dasar hingga atas.

Kenapa Biaya Pendidikan di Indonesia Termasuk Mahal?

Sebenarnya ada banyak faktor yang membuat biaya pendidikan di Indonesia terbilang mahal, salah satunya subsidi yang diberikan pemerintah terkadang tidak tepat sasaran, atau malah disalahgunakan untuk kepentingan yang tidak berhubungan dengan dunia pendidikan.

Pemerintah sendiri sudah memberikan stimulus pendidikan berupa Kartu Indonesia Pintar, sehingga diharapkan program wajib belajar 12 tahun bisa tercapai. Tapi dalam prakteknya, apakah dana pendidikan yang diberikan pemerintah digunakan 100% untuk pendidikan? Jawabannya tidak.

Selain itu, komersialisasi pendidikan pun tidak luput dari penyebab tingginya biaya pendidikan anak di Indonesia. Masih banyak sekolah yang melakukan kegiatan di luar kurikulum pendidikan, dengan biaya kegiatan yang sepenuhnya dibebankan kepada orangtua siswa.

Misalnya kegiatan study tour yang sempat disinggung Walikota Tasikmalaya, H. Budi Budiman. Dalam keterangannya, H. Budi sempat meminta pihak Dinas Pendidikan Tasikmalaya untuk mengusut tuntas kegiatan study tour yang dilakukan oleh pihak SMPN 6 Tasikmalaya.

Hal ini dilakukan terkait dengan kasus kematian Delis Sulitina (13 tahun), siswi SMPN 6 Tasikmalaya yang diduga dibunuh ayah kandungnya sendiri, Budi Rahmat (45) karena tidak tahan dengan rengekan anaknya yang terus meminta uang study tour sekolah sebesar 400 ribu.

Kemudian beberapa pakar pendidikan sempat mengkritik beberapa kegiatan lain yang lazim dilakukan beberapa lembaga pendidikan, seperti acara simulasi manasik haji untuk anak-anak PAUD yang kerap menghadirkan sponsor swasta, namun orangtua tetap dipungut biaya untuk kegiatan tersebut.

Kesejahteraan Guru Masih Rendah

Berdasarkan survei Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), tenaga pengajar di Indonesia masih belum mendapatkan penghargaan yang layak, terutama guru honorer. Bahkan di beberapa daerah ditemukan kasus guru honorer yang mendapatkan gaji per tiga bulan.

Selain itu, sempat ramai kisah guru honorer yang harus menunggu dana swadaya dari masyarakat untuk bisa mendapatkan gaji, dan sederet kasus lainnya.

Padahal untuk bisa meningkatkan kualitas pendidikan, selain pelatihan dan rancangan kurikulum yang disesuaikan dengan tumbuh kembang anak, kesejahteraan guru pun harus diperhatikan mengingat mereka merupakan garda terdepan di dunia pendidikan.