Baru-baru ini Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memastikan jika kerja sama Indonesia dengan TeslaInc akan segera terwujud. Kepastian Tesla untuk menanamkan Investasi di Indonesia ini diungkap langsung oleh kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, dalam akun YouTube resmi BKPM.

Tidak hanya dengan perusahaan mobil listrik milik Elon Musk, Bahlil mengatakan jika Indonesia pun akan bekerja sama dengan BASF, perusahaan global asal Jerman yang bermain di industri kimia.

Sebelumnya, Indonesia sendiri berhasil menjaring investor asal China, Contemporary Amperex Technology (CATL), untuk membangun pabrik baterai lithium di Indonesia. Kerjasama tersebut berhasil menarik modal asing hingga USD 5,2 Miliar atau setara dengan 73 triliun.

Selain itu, pemerintah Indonesia baru saja menandatangani MoU dengan LG Energy Solution. Sama seperti Tesla, CATL dan BASF, kerjasama dengan LG ini dalam rangka pembangunan pabrik baterai mobil listrik. Kerjasama ini menelan biaya investasi hingga USD 9,8 Miliar.

Sementara untuk Toyota, yang dikenal sebagai penguasa pasar otomotif di Indonesia, produsen otomotif asal Jepang tersebut telah bergerak lebih dulu dengan menanamkan Investasi di Indonesia sebesar USD 2 Miliar atau setara 28,28 untuk pengembangan kendaraan listrik.

Bahlil menegaskan jika kerjasama ini pada dasarnya sudah berjalan. Selain itu, vaksinasi Covid-19 yang baru berjalan awal tahun kemarin telah berhasil memperbaiki persepsi dan jadi peluang bagus untuk bisa menarik lebih banyak investasi ke Indonesia.

Namun meski Indonesia punya modal kuat sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, pihak pemerintah harus waspada dengan Thailand dan India. Kedua negara tersebut belakangan ini gencar melakukan pendekatan kepada investor yang dibidik Indonesia untuk mengucurkan dananya di sana.

Ambisi Besar Indonesia di Industri Mobil Listrik

Indonesia sendiri menegaskan ambisinya untuk jadi salah satu pusat industri kendaraan listrik dunia. Tentu bukan tanpa alasan. Indonesia saat ini jadi salah satu negara dengan cadangan Nikel terbesar di dunia, bahan baku utama yang dibutuhkan untuk memproduksi baterai kendaraan listrik.

Untuk menunjukkan keseriusannya, sejak Januari 2020 kemarin Indonesia telah mempercepat pembatasan ekspor nikel. Kondisi ini membuat dunia terguncang, khususnya Uni Eropa yang dipimpin oleh Jerman sebagai produsen mobil listrik terbesar di dunia.

Tanpa nikel, mereka kesulitan mengembangkan mobil listrik yang digadang-gadang akan jadi kendaraan utama di masa depan. Saking paniknya, mereka bahkan mengadukan Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena dinilai telah berlaku tidak adil.

Namun beruntung, Indonesia tetap pada keputusannya. Tentu bukan tanpa alasan, keputusan tersebut disebabkan karena cadangan nikel nasional yang sudah diekspor sudah terlampau besar, sedangkan cadangan bijih nikel yang bisa ditambang hanya tinggal sekitar 700 juta ton lagi.

Jumlah tersebut diperkirakan hanya bisa bertahan hingga 7-8 tahun lagi. Sedangkan cadangan 2.8 Miliar ton yang sempat jadi pembahasan panas, bahkan membuat Indonesia masuk dalam daftar produsen nikel terbesar di dunia, masuk dalam kategori cadangan terkira.

Dengan jumlah yang sangat terbatas, mau tidak mau pemerintah harus bersikap tegas. Hal ini terbukti, dalam satu tahun terakhir ini beberapa perusahaan teknologi yang berhubungan dengan komponen kendaraan listrik, pengolahan baja, dan lainnya, mulai serius menanamkan Investasi di Indonesia. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, bukan tidak mungkin Indonesia akan jadi pusat produksi kendaraan listrik, terutama baterai,  industri pengolahan baja, stainless steel dan komponen lainnya yang membutuhkan nikel sebagai komponen utamanya.