Ada banyak istilah dalam dunia bisnis yang sering kita dengar, namun tidak tahu makna yang sebenarnya. Misalnya saja inflasi dan deflasi, dua hal yang akan sering disebut saat membahas tentang hal yang berkaitan dengan investasi, perekonomian global dan lainnya.
Namun karena belum mengetahuinya, alhasil banyak orang yang terjebak dalam pengertian yang keliru. Lantas, apa sih inflasi dan deflasi tersebut.
Pengertian Inflasi dan Deflasi
Inflasi dan deflasi merupakan istilah untuk menggambarkan yang bertolak belakang. Jika inflasi merupakan kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam periode waktu tertentu, sementara deflasi merupakan penurunan harga secara umum dan terus menerus.
Meski kondisinya berbeda, namun keduanya disebabkan karena satu hal yang sama, yakni perubahan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Jika jumlah uang yang beredar di masyarakat meningkat, maka akan menyebabkan inflasi, dan begitupun sebaliknya.
Untuk mengendalikan inflasi dan deflasi, umumnya pemerintah, lewat Bank Indonesia akan melakukan beberapa kebijakan, diantaranya.
- Menurunkan atau menaikkan suku bunga
- Menjual atau membeli obligasi dalam jumlah tertentu
- Melakukan perubahan jumlah cadangan perbankan
Selain itu, pemerintah pun biasanya akan melakukan beberapa upaya lainnya untuk menyeimbangkan harga barang dan jasa yang beredar di masyarakat, termasuk berusaha menekan atau meningkatkan ongkos produksi, hingga melakukan kebijakan untuk memperkuat nilai mata uang lokal.
Dampak Implasi dan Deflasi
Baik inflasi maupun deflasi, tentu keduanya membawa efek besar bagi perekonomian. Namun tidak selamanya negatif, terkadang inflasi dan deflasi akan dibutuhkan untuk menyeimbangkan harga barang dan jasa, dan memperkuat perekonomian negara. tingkat inflasi normal sendiri berkisar antara 2-3%.
Namun yang harus dihindari adalah hyperinflation atau hyperinflation, atau perubahan jumlah uang yang beredar di masyarakat terjadi secara ekstrem. Ini bisa sangat berbahaya bagi perekonomian, bahkan bisa menyebabkan bencana ekonomi secara nasional.
Sebagai contoh Zimbabwe. Negara yang berada di bagian Afrika Selatan tersebut mengalami inflasi sangat parah. Bahkan Ekonom dari Cato Institute menyebut jika krisis yang dimulai sejak tahun 2008 tersebut telah menyebabkan harga barang dan jasa naik dua kali lipat per 24 jam.
Hingga kini, inflasi besar-besaran tersebut masih belum bisa tertangani. Mata uang Zimbabwe benar-benar tidak berharga. Bahkan dalam sebuah foto yang beredar di dunia maya, terlihat seorang anak kecil disana membawa gepokan uang hanya untuk membeli jajanan.
Jenis Inflasi dan Deflasi
Seperti dijelaskan di atas, inflasi dan deflasi bisa sangat dibutuhkan jika masih dalam batas normal, namun bisa sangat berbahaya jika sudah tidak terkendali. Sesuai dengan fungsi dan dampaknya, inflasi dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya:
- Inflasi Ringan, merupakan tingkatan inflasi kurang dari 10% per tahun.
- Inflasi Sedang, merupakan tingkat inflasi berkisar antara 10%-30% per tahun. Ini merupakan jenis inflasi yang cukup berbahaya, namun kenaikan harga masih bisa dikendalikan.
- Inflasi Berat, merupakan tingkat inflasi berkisar antara 30%-100% per tahun. Ini merupakan tingkatan yang sudah sangat berbahaya, bahkan kenaikan harga sudah di luar kendali.
- HyperInflation, merupakan tingkat inflasi yang melebihi 100% per tahun. Dalam kondisi ini, kenaikan harga sudah tidak bisa dikendalikan, dan nilai uang sudah sangat jatuh.
Untuk Deflasi, hanya terdiri dari 2 jenis, yakni deflasi strategis dan deflasi sirkulasi.
- Deflasi strategis, ini merupakan kondisi yang disengaja demi mengendalikan konsumsi yang berlebihan, dan menekan kenaikan harga di pasar.
- Deflasi sirkulasi, kondisi ini muncul di masa transisi ekonomi, dari kondisi stabil menuju kemerosotan ekonomi. Kondisi ini biasanya disebabkan penurunan harga karena ketidakseimbangan antara konsumsi dan daya produksi.
Ingat, inflasi dan deflasi bukan hanya urusan pemerintah. Sebagai masyarakat, kita bisa menjaga laju inflasi dalam batas yang wajar dengan menerapkan rencana keuangan yang baik.