Bicara tentang financial checkup, salah satu faktor yang akan menentukan sehat atau tidaknya keuangan kamu adalah, ketersediaan dana darurat. Dana ini bisa disebut sebagai dana cadangan untuk mengantisipasi keadaan atau kondisi darurat, seperti kecelakaan, terkena PHK dan lainnya.

Karena sifatnya sebagai simpanan darurat, tentu saja kamu harus menyimpannya di rekening yang terpisah, dan harus dalam bentuk yang mudah diuangkan. Mengenai besarannya, para pakar sepakat jika besaran, dana darurat setidaknya harus mencapai 3-6 kali dari total pendapatan per bulan kamu.

Misalnya, jika pendapatan kotor kamu sebesar 5 juta per bulan, maka dana darurat yang harus tersedia berkisar antara 15-30 juta. Namun perlu dicatat, dana darurat ini berbeda dengan dana tabungan. Setelah digunakan, dana tersebut harus segera ‘diisi kembali’.

Mayoritas Belum Punya Dana Darurat

Lewat program yang digagas Lifefal pada Januari 2021 kemarin, diketahui jika 88.6% masyarakat Indonesia masih belum memiliki dana darurat. Sementara yang sudah terlindungi asuransi (dari pihak Swasta, bukan BPJS) hanya berjumlah 11.34% saja.

Data ini jelas cukup mencengangkan, mengingat dana darurat masuk dalam dana manajemen risiko, dan salah satu pokok penting dalam perencanaan keuangan. Idealnya, dana darurat harus lebih diprioritaskan, setelah itu baru memulai merencanakan dana untuk memenuhi tujuan jangka panjang.

Dalam program konsultasi keuangan bersama Certified Financial Planner (CFP), menjelaskan setidaknya ada dua kategori resiko yang harus diwaspadai masyarakat, diantaranya

  1. Risiko Spekulatif, yang merupakan jenis resiko yang memiliki potensi keuntungan di dalamnya. Misalnya resiko investasi, atau bisnis.
  2. Risiko Murni, yang merupakan resiko yang tidak memiliki potensi keuntungan, namun bisa datang secara tiba-tiba, misalnya kecelakaan, sakit dan lainnya.

Untuk risiko spekulatif, umumnya tidak dicover oleh asuransi, sehingga penyediaan dana darurat sangat penting untuk mengantisipasi resiko tersebut. Sementara untuk risiko murni, umumnya sudah dicover oleh asuransi, sesuai dengan premi yang dibayarkan.

Namun dana darurat masih perlu dimiliki, mengingat resiko murni bisa saja datang beriringan dengan risiko spekulatif. Misalnya kecelakaan, atau sakit yang membuat aktivitas bisnis kamu terhenti.

Tentu asuransi hanya akan mengcover biaya pengobatan saja, atau hanya memberikan dana santunan. Namun untuk membiayai kehidupan sehari-hari, mau tidak mau kamu harus putar otak hingga bisa kembali menjalankan bisnis utama. Di sinilah peran dana darurat dibutuhkan.

Selain itu, terkadang ada beberapa kondisi yang membuat kamu harus menjalani pengobatan yang tidak ditunjang oleh asuransi, misalnya pengobatan tradisional dan lainnya. Sama seperti kondisi di atas, hal ini bisa diantisipasi jika kamu punya dana darurat.

Emas atau Uang Tunai?

Seperti dijelaskan di atas, dana darurat harus berbentuk simpanan yang bisa cepat diuangkan. Kamu bisa menggunakan tabungan uang di bank. Cara ini jauh lebih praktis karena kamu hanya perlu menabung setiap bulan, kemudian biarkan tabungan tersebut setelah mencapai target yang diinginkan.

Namun kerugiannya, uang yang tersimpan dalam jangka panjang beresiko tergerus inflasi sehingga nilainya bisa berkurang. Sementara dana darurat termasuk simpanan jangka panjang.

Untuk mengakali hal tersebut, kamu bisa memilih menyimpan uang dalam bentuk emas. Selain mudah diuangkan, emas pun sangat mudah dicairkan. Untuk mengurangi resiko hilang atau dicuri, kamu bisa menyimpan emas di bank, pegadaian atau lembaga keuangan lainnya.

Jangan khawatir, biaya simpannya hanya berkisar puluhan ribu hingga ratusan ribu saja. Kamu bisa memilih waktu penyimpanan tahunan atau per bulan. Namun untuk dana darurat, sebaiknya pilih fasilitas simpan per tahun saja.