Saat memutuskan untuk mengajukan pinjaman, banyak yang meyakini jika pinjamannya bersifat produktif. Membeli kendaraan untuk menunjang kinerja, atau smartphone baru untuk memudahkan pekerjaan. Benarkah itu? Lantas apa Beda Hutang Produktif dan Konsumtif?

Secara sederhana, hutang produktif merupakan pinjaman yang dilakukan untuk hal-hal yang lebih produktif. Misalnya saat kamu mengajukan pinjaman untuk membeli kendaraan baru, kendaraan tersebut bisa jadi hal yang produktif, bisa juga hanya sekedar kebutuhan konsumtif.

Itungan sederhananya, kendaraan tersebut harus membantu kamu mendapatkan penghasilan tambahan, atau memberi penghasilan yang lebih besar dari sekarang. Contoh, membeli mobil pickup untuk membuka jasa angkutan barang, atau untuk memaksimalkan kapasitas distribusi barang.

Selain penghasilan, kendaraan tersebut pun harus membuat pergerakan kamu lebih efektif, sehingga punya banyak kesempatan untuk mengembangkan, atau malah menggarap bisnis baru.

Namun kendaraan baru tersebut bisa berubah jadi kebutuhan konsumtif jika ternyata tidak memberikan pendapatan tambahan, atau malah tidak mampu menaikkan kapasitas produksi dan distribusi barang karena masih bisa dicover oleh kendaraan lama.

Yang lebih parah, kendaraan tersebut malah menambah beban pengeluaran kamu, mulai dari biaya perawatan yang lebih mahal, hingga malah meningkatkan beban pajak yang harus ditanggung, dan uang gaji yang harus dikeluarkan untuk membayar pegawai baru.

Dari gambaran sederhana diatas, tentu kamu sudah bisa mengetahui Beda Hutang Produktif dan Konsumtif. Lantas, bagaimana dengan berhutang untuk tujuan investasi?

Mengenai hal ini, Miliuner Warren Buffet, yang dikenal dengan julukan The Oracle of Omaha, meyakini jika berhutang untuk investasi merupakan hal yang terlarang. Menurutnya, dunia investasi penuh dengan ketidakpastian, sehingga menggunakan dana hasil pinjaman sangat beresiko.

Dia kemudian mencontohkan surat tahunan untuk pemegang saham di Berkshire Hathaway. Meski memberi banyak keuntungan lewat peningkatan nilai investasi, namun saham perusahaan tersebut  telah empat kali penurunan yang benar-benar hebat, dan ini jelas sangat merugikan bagi investor.

Lebih lanjut lagi, Buffet kemudian menyarankan agar kamu memilih obligasi sebagai instrumen investasi. Menurutnya, berinvestasi di surat berharga sangat penting untuk mencegah dampak negatif dari inflasi, dan terus berusaha untuk memiliki instrumen investasi yang memberikan pendapatan tetap.

Tergantung Dari Investasi Yang Dipilih

Menggunakan uang pinjaman untuk berinvestasi sebenarnya tidak mutlak terlarang. Beberapa pakar keuangan justru menyarankan agar menggunakan uang pinjaman tersebut menjadi hutang produktif dengan menginvestasikannya di instrumen investasi yang lebih pasti.

Misalnya saja dalam properti. Kenaikan harga properti di Indonesia ini cukup signifikan, terlebih jika properti yang kamu miliki berada di wilayah berkembang. Namun harus diingat, properti merupakan jenis investasi jangka panjang dan cukup sulit untuk diuangkan.

Selain dalam properti, kamu bisa menyimpan uang hasil pinjaman tersebut untuk modal usaha, atau mengembangkan bisnis. Untuk yang satu ini, jelas sangat beresiko. Namun ketika kamu siap dengan resikonya, kenapa tidak diambil sebagai peluang untuk berinvestasi.

Sektor yang bisa kamu ambil untuk dijadikan hutang produktif adalah, mengambil hutang untuk dana darurat. Memang tidak memberikan jaminan peningkatan, namun kamu bisa menjaga nilainya dengan menyimpannya dalam bentuk emas atau logam mulia.

Nah, dari sini tentu kamu sudah bisa menyimpulkan Beda Hutang Produktif dan Konsumtif. Namun kembali kepada aturan umum berhutang, jumlah tagihan per bulan tidak boleh lebih dari 30 persen, dan kamu wajib punya komitmen dan kemampuan untuk melunasinya.