Dalam menjalankan bisnis, kamu tentu akan mengalami pasang surut. Bukan hanya kerugian, banyak diantara kita yang justru mengalami sampai titik bangkrut. Modal habis, produk tidak tersisa dan mungkin yang tersisa hanya tunggakan hutang yang dijadikan sebagai modal awal usaha.

Jangan menyerah. Saat bangkrut, pada dasarnya kamu telah membuka lebih banyak pintu kesuksesan. Tinggal bagaimana kamu menyikapinya. Apakah akan memilih salah satu pintu tersebut, kemudian memasukinya, atau berhenti dan kehilangan segalanya.

Keputusan untuk mengambil satu pintu dan memasukinya rupanya lebih dipilih oleh seorang pria bernama Muhammad Ismail Fahmi. Pria asal Gresik, Jawa Timur tersebut berhasil meraih sukses lewat bisnis jamu tradisional siap minum dengan merek Temulawak Eson.

Bisnis jamu tradisional instan ini sebenarnya bukan barang baru. Sebelumnya dia mewarisi bisnis minuman tradisional khas Gresik tersebut dari orang tuanya, dan sejak tahun 2006 (berselang satu tahun setelah lulus SMA) Fahmi menjalankan bisnis tersebut sendirian.

Namun sayang, ketika itu pamor bisnis minuman tradisional sedang redup akibat gempuran dari produk minuman modern yang hadir dengan berbagai varian rasa dan kemasan yang lebih menarik. Alhasil, di tahun di tahun 2010 Fahmi memutuskan untuk menutup bisnisnya tersebut.

Ketika itu, Fahmi bercerita jika bisnisnya tersebut bangkrut karena salah kelola. Kesalahan tersebut diperparah dengan keberanian dia untuk meminjam modal usaha dalam jumlah besar, namun tidak diimbangi dengan kemampuan pemasaran yang memadai.

Selang 5 tahun setelahnya, atau lebih tepatnya di tahun 2015, Fahmi memberanikan diri untuk kembali membuka bisnis jamu tradisional tersebut. Bukan tanpa alasan, produk minuman tradisional tersebut diracik berdasarkan resep keluarga yang sudah dipelihara sejak tahun 1981.

Tentu saja kali ini Fahmi datang dengan konsep bisnis baru. Dia sudah melakukan evaluasi, tidak lagi melakukan spekulasi dengan meminjam modal secara berlebihan dan mulai melakukan pemasaran secara offline dengan cara menitipkan produknya di warung-warung tradisional.

Namun sayang, cobaan lagi-lagi datang. Hingga April 2020 kemarin, penjualannya anjlok hingga 80% karena pandemi. Beruntung itu tidak bertahan lama, mengingat beberapa bulan setelahnya produknya kembali dilirik konsumen seiring dengan tren konsumsi minuman tradisional untuk menangkal Covid-19.

Tidak hanya itu, Fahmi pun mengubah strategi pemasarannya dari offline menjadi online menggunakan sosial media seperti Facebook, Instagram dan lainnya. Tidak hanya itu, dia pun menambah varian rasa yang membuat produknya semakin dilirik banyak konsumen.

Lebih lanjut lagi, Fahmi mengklaim jika omzetnya kini bertahan di angka 4 juta per hari, atau mencapai 100 juta per bulan. Tidak hanya itu, dia pun masih tetap bisa mempertahankan karyawannya, di saat banyak perusahaan terpaksa harus merumahkan para pekerjanya karena efek pandemi.

Untuk melebarkan sayap bisnis jamu tradisional miliknya, Fahmi mencoba menjajaki kerjasama dengan pihak e-commerce. Baginya ini hal baru, mengingat sebelumnya dia hanya fokus pada sistem pemasaran tradisional, dan baru dalam beberapa bulan kebelakang menjajaki dunia online.

Ada banyak alasan kenapa dia ‘terlambat’ mengendus pasar online untuk produknya tersebut, salah satunya karena kurangnya keahlian dan SDM yang bertugas untuk mengurusnya.

Apa yang dialami Fahmi sebenarnya bukan hal yang baru. Di luar sana banyak orang yang mengalami hal serupa, meski dengan kondisi dan jenis bisnis yang berbeda. Dari kisah sukses bisnis jamu tradisional ini kita dapat menarik kesimpulan jika kegagalan bukan alasan kamu boleh menyerah.

Selama yakin dengan bisnis yang dijalankan, tidak ada salahnya terus mencoba. Yang penting kamu harus terus melakukan evaluasi, dan mengikuti perkembangan zaman agar sejalan dengan ide bisnis yang kamu lakoni.